Jumat, 18 Oktober 2013

nusyuz dan syiqaq


BAB I
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah member taufik dan hidayah-Nya, serta kemampuan untuk menyelesaikan makalah ini tepat waktunya. Shalawat dan salam kita ucapkan untuk junjungan Nabi Muhammad saw. Yang telah mengantarkan umat manusia ke jalan yang di ridhai Allah SWT.
Makalah ini dipersiapkan untuk mata kuliah Tafsir Ahkan II dengan bobot 2 SKS. Dengan materi berjudul “Tafsir ayat al-Quran tentang nusyuz dan syiqaq”, maka dengan ini kami membahas beberapa pokok pembahasan yang dianggap perlu. Kami sadar bahwa dalam penulisan ini masih sangat sederhana, namun harapan kami tidak mengurangi bobot dan isi makalah ini. Penulisan makalah ini dapat diselesaikan atas usaha keras penulis, juga berkat bantuan teman-teman untuk mengisi kekurangannya.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus tulus-tulusnya kepada Dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan untuk penulisan makalah ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada pihak yang terkait yang telah membantu. Saran maupun kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Seluruh jasa baik yang telah di berikan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini, langsung maupun tidak langsung semoga mendapat balasan  kebaikan dari Allah SWT dan menjadi amal kebajikan di dunia dan di akhirat. Amin ya Rabbal’alamin.




BAB II
PEMBAHASAN
TENTANG NUSYUZ DAN SYIQAQ
1.      Surat annisa’ ayat 34
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB  Æèdyqà±èS  ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ  
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
Nusyuz pada asalnya berarti terangkat atau tertinggi. Seorang perempuang yang meninggalkan rumah dan tidak melakukan tugasnya terhadap suaminya berarti dia telah meniggikan dirinya dari suaminya dan mengangkat dirinya diatas suaminya, padahal menurut biasanya dia mengikuti atau mematuhi suaminya itu. Singkatnya ia telah durhaka kepada suaminya.[1]
            Sedangkan kata takut nuzuz menurut keterangan sebagian ulama, bermakna, jika diketahuinya dengan pasti, bahwa istrinya itu akan berbuat demikian. Sebagian ulama menafsirkan, jika disngkanya istrinya itu telah melakukan nusyuz dengan memerhatikan qarinah perempuan itu, atau gerak-geriknya telah berubah dari biasanya dalam melayani suaminya. Jika telah terjadi demikian, baiklah lebih dulu diberikan ajaran atau nasehat dengan cara yang baik. Jika nasehat itu tidak memberi hasil, barulah boleh pisah tempat tidur dengan istrinya itu. Menurut Ibn Abbas jangan dilawannya berbicara. Menurut  Said bin Zubair, ditinggalkannya dari mencampuri istrinya. Sedangkan menurut  Sya’bi, ditinggalkannya sebantal segulingan dengan istrinya (tidak menyetubuhinya).
            Menurut penulis Al-Manar, oleh karena perempuan-perempuan yang melakukan nusyuz itu tidak mempunyai jiwa dan watak yang sama, maka apa yang akan dilakukan terlebih dahulu, memberi nasehat  atau meninggalkan tempat tidur dan sebagainya diserahkan kepada si suami, karena ada perempuan yang dapat menerima nasehat yang lemah lembut dan ada pula yang hanya merasa takut kalau dia diancam dengan perkataan yang kasar dan sebagainya. Sebab itu hendaklah diketahui apa sebabnya nusyuz itu timbul, apa sebab karenanya. Sebenarnya nusyuz itu bukanlah tabiat asli perempuan, melainkan sifat yang timbul kemudian.
            Itulah sebabnya mengapa Allah berfirman dengan menggunakan redaksi “ wallati takhafuna nisyuzahunna” artinya “ dan mereka (perempuan)yang kamu takuti akan berbuat nusyuz”. Andaikata nusyuz itu tabiat asli perempuan, maka ayat akan berbunyi ”wallati yansyarna”  artinya “dan mereka yang berbuat nusyuz”.
            Kemudian, seandainya nasehat dan ancaman itu tidak memberikan hasil, bolehlah kamu pukul mereka. Akan tetapi pukulan yang dibolehkan terhadap istri itu ialah pukulan yang tidak sampai menyakitkan badannya. Demikian diriwayatkan oleh Thabari dari hadis Nabi Muhammad Saw. Menurut keterangan Ibnu Abbas, pukulan dengan sugi (alat menggosok gigi) atau sebagainya. Jelaslah, pukulan yang dimaksud disini bukanlah untuk menyakiti badannya, melainkan semata-mata untuk memberinya azab (peringatan) dan menegurnya supaya dia kembali pada tabiat aslinya.
            Banyak hadis yang menganjurkan supaya memberi nasehat kepada kaum wanita dengan cara yang lemah lembut dan amat dicela sekali orang yang memukul istrinya, lebih dari batas yang diizinkan. Riwayat dari Abdullah bin Zama’ah, Nabi Muhammad Saw bersabda: Apakah salah seorang diantaramu mau memukul istrinya sepertimemukul seorang budak?, kemudian pada petang harinya dicampurinya pula istrinya. Andaikan dengan jalan nasehat mereka mau kembali mentaatinya, janganlah kamu lewati jalan yang lain, seperti meninggalkannya ditempat tidur atau memukulnya. Sebab menurut katerangan kebanyakan ahli-ahli tafsir, cara memberikan azab  istri yang melakukan nusyuz itu ialah bertahab, yaitu mulanya menasehati kemudian meninggalkannya sendiri ditempat tidur dan akhirnya barulah dipukul.





2.      Sutar annisa’ ayat 35
÷bÎ)ur óOçFøÿÅz s-$s)Ï© $uKÍkÈ]÷t/ (#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr& bÎ) !#yƒÌãƒ $[s»n=ô¹Î) È,Ïjùuqムª!$# !$yJåks]øŠt/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã #ZŽÎ7yz ÇÌÎÈ  
Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

           Pada ayat yang telah lalu diterangkan bagaimana tindakan yang mesti dilakukan kalau terjadi nusyuz dipihak istri. Andaikata tindakan tersebut tidak memberikan mamfaat, dan dikhawatirkan akan terjadi perpecahan (syiqaq) diantara kedua suami itu yang sampai melanggar batas-batas yang ditetapkan Allah, hal itu dapat diperbaiki dengan jalan arbitrase (tahkim). Suami boleh mengutus seorang hakam dan istri boleh pula mengutus seorang hakam, yang mewakili masing-masingnya, sebaik-baiknya terdiri dari kaum keluarganya, yang mengetahui dengan baik perihal suami istri itu. Jika tidak ada kaum keluarga masing-masing, boleh diambil dari orang lain.
           Kedua ahkam yang telah ditunjuk itu bekerja untuk memperbaiki keadaan suami istri, supaya yang keruh menjadi jernih, dan yang retak tidak sampai pecah. Jika kedua ahkam itu berpendapat bahwa keduanya lebih baik bercerai oleh karena tidak ada kemungkinan lagi melanjutkan hidup rukun damai di rumah tangga, maka kedua hakam itu boleh menceraikan mereka sebagai suami istri, dengan tidakperlu lagi menunggu keputusan hakim dalam negeri, karena kedudukan kedua orang hakam itu sebagai kedudukan hakim yang berhak memutuskan, karena telah diserahkan penyelesaiannya kepada mereka.
           Demikian keterangan Malik, Auza’I, dan Ishaq, dan demikian pula diriwayatkan dari Usman, Ali, Ibnu Abbas, Sya’bi, Nakha’I dan Syafi’i. Demikian pula diceritakan Ibnu Katsir dari jumhur, karena Allah berkata “maka hendaklah kamu utus seorang hakam dari (pihak) kaun keluarga (laki-laki)dan seorang hakan dari( pihak) keluarga perempuan”. Jelaslah, bahwa Allah menyebutkan “mereka berdua” itu adalah hakim yang dapat memutuskan, bukan hamya dua orang wakil atau dua orang saksi.
           Jikalu mereka berdua menghendaki perbaikan, Allah akan me-nyesuaikan mereka”, ada yang menafsirkan, jika diantara kedua suami istri itu bermaksud baik (ishlah), Allah akan member taufiq kepada kedua hakam itu. Ada pula yang menafsirkan, jika diantara kedua hakam itu bermaksud baik, Allah akan member taufiq kepada kedua suami istri.
           Apabila diantara kedua hakam itu terdapat perselisihan pendapat, maka tidaklah dapat dijalankan putusannya dan tidak dapat diterima.
3.      Surat annisa’ ayat 128
ÈbÎ)ur îor&zöD$# ôMsù%s{ .`ÏB $ygÎ=÷èt/ #·qà±çR ÷rr& $ZÊ#{ôãÎ) Ÿxsù yy$oYã_ !$yJÍköŽn=tæ br& $ysÎ=óÁム$yJæhuZ÷t/ $[sù=ß¹ 4 ßxù=Á9$#ur ׎öyz 3 ÏNuŽÅØômé&ur Ú[àÿRF{$# £x±9$# 4 bÎ)ur (#qãZÅ¡ósè? (#qà)­Gs?ur  cÎ*sù ©!$# šc%x. $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz ÇÊËÑÈ        
Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat ini menerangkan cara bagaimana yang mesti dilakukan oleh suami istri, kalau istri merasa takut dan khawatir terhadap suaminya yang kurang mengindahkannya, atau dengan kata lain siistri kurang diperhatikan oleh suaminya. Bisa juga suami tidak mengacuhkan istrinya. Itulah yang dimaksud dengan nusyuz dan I’radh dalam ayat ini.
Nahas memberikan perbedaan arti nusyuz dan I’radh yaitu nusyuz menjauhkan dirinya dan I’radh dengan tidak mau mencampurinya.
Menurut akhir ayat ini jika terjadi satu peristiwa antar suami istri, yaitu istri telah memerhatikan keadaan suaminya dan dia merasa khawatir dan takut suaminya akan menyia-nyiakannya atau mengalami kekurangan belanja, baiklah kedua belah pihak mengadakan perdamaian. Umpamanya pihak istri memajukan perdamaian dengan cara yang baik, bukan merajuk kepada suaminya supaya gilirannya sebagai istri diserahkan saja kepada madunya, seperti yang dilakukan oleh Ummu al-mukminin Saudah yang menyerahkan gilirannya kepada Aisyah.
Mengenai hal ini penulis Al-Manar telah memberikan perumpamaan sebagai berikut, seorang istri memerhatikan suaminya mulai kurang memerhatikannya kerana beberapa hal, seperti disebabkan urusan politik sehingga tidak ada waktu lagi bagi suaminya untuk mengurus rumah tangganya, terlebih lagi istrinya, disebabkan oleh sibuknya suami, akibatnya ia tidak memperhatikan istrinya lagi. Maka kalau pihak istri merasa takut terjadi suatu hal yang kurang baik, karena suaminya lebih mementingkan urusan politik daripada urusan-urusan rumah tangganya, lebih baik kalau istri mengadakan perdamaian dengan suaminya, seperti tidak terlalu menuntut hak-haknya.


           




[1]Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), cet-ke 1, hlm.263

Tidak ada komentar:

Posting Komentar