BAB I
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT
yang telah member taufik dan hidayah-Nya, serta kemampuan untuk menyelesaikan
makalah ini tepat waktunya. Shalawat dan salam kita ucapkan untuk junjungan
Nabi Muhammad saw. Yang telah mengantarkan umat manusia ke jalan yang di ridhai
Allah SWT.
Makalah ini dipersiapkan untuk mata
kuliah Tafsir Ahkan II dengan bobot
2 SKS. Dengan materi berjudul “Tafsir
ayat al-Quran tentang nusyuz dan syiqaq”, maka dengan ini kami membahas
beberapa pokok pembahasan yang dianggap perlu. Kami sadar bahwa dalam penulisan
ini masih sangat sederhana, namun harapan kami tidak mengurangi bobot dan isi
makalah ini. Penulisan makalah ini dapat diselesaikan atas usaha keras penulis,
juga berkat bantuan teman-teman untuk mengisi kekurangannya.
Pada kesempatan ini kami
menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus tulus-tulusnya kepada Dosen
pembimbing yang telah memberikan dukungan untuk penulisan makalah ini. Ucapan
terima kasih juga kami sampaikan kepada pihak yang terkait yang telah membantu.
Saran maupun kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Seluruh jasa baik yang telah di
berikan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini, langsung maupun tidak
langsung semoga mendapat balasan
kebaikan dari Allah SWT dan menjadi amal kebajikan di dunia dan di
akhirat. Amin ya Rabbal’alamin.
BAB
II
PEMBAHASAN
TENTANG
NUSYUZ DAN SYIQAQ
1. Surat
annisa’ ayat 34
ãA%y`Ìh9$# cqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ @Òsù ª!$# óOßgÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$srB Æèdyqà±èS ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ÒyJø9$# £`èdqç/ÎôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& xsù (#qäóö7s? £`Íkön=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# c%x. $wÎ=tã #ZÎ62 ÇÌÍÈ
Artinya:
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka
mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
Nusyuz pada asalnya berarti terangkat atau
tertinggi. Seorang perempuang yang meninggalkan rumah dan tidak melakukan
tugasnya terhadap suaminya berarti dia telah meniggikan dirinya dari suaminya
dan mengangkat dirinya diatas suaminya, padahal menurut biasanya dia mengikuti
atau mematuhi suaminya itu. Singkatnya ia telah durhaka kepada suaminya.[1]
Sedangkan kata takut nuzuz menurut
keterangan sebagian ulama, bermakna, jika diketahuinya dengan pasti, bahwa
istrinya itu akan berbuat demikian. Sebagian ulama menafsirkan, jika disngkanya
istrinya itu telah melakukan nusyuz dengan memerhatikan qarinah perempuan itu,
atau gerak-geriknya telah berubah dari biasanya dalam melayani suaminya. Jika
telah terjadi demikian, baiklah lebih dulu diberikan ajaran atau nasehat dengan
cara yang baik. Jika nasehat itu tidak memberi hasil, barulah boleh pisah
tempat tidur dengan istrinya itu. Menurut Ibn Abbas jangan dilawannya
berbicara. Menurut Said bin Zubair,
ditinggalkannya dari mencampuri istrinya. Sedangkan menurut Sya’bi, ditinggalkannya sebantal segulingan
dengan istrinya (tidak menyetubuhinya).
Menurut penulis Al-Manar, oleh
karena perempuan-perempuan yang melakukan nusyuz itu tidak mempunyai jiwa dan watak
yang sama, maka apa yang akan dilakukan terlebih dahulu, memberi nasehat atau meninggalkan tempat tidur dan sebagainya
diserahkan kepada si suami, karena ada perempuan yang dapat menerima nasehat
yang lemah lembut dan ada pula yang hanya merasa takut kalau dia diancam dengan
perkataan yang kasar dan sebagainya. Sebab itu hendaklah diketahui apa sebabnya
nusyuz itu timbul, apa sebab karenanya. Sebenarnya nusyuz itu bukanlah tabiat
asli perempuan, melainkan sifat yang timbul kemudian.
Itulah sebabnya mengapa Allah
berfirman dengan menggunakan redaksi “ wallati
takhafuna nisyuzahunna” artinya “ dan
mereka (perempuan)yang kamu takuti akan berbuat nusyuz”. Andaikata nusyuz
itu tabiat asli perempuan, maka ayat akan berbunyi ”wallati yansyarna” artinya “dan mereka yang berbuat nusyuz”.
Kemudian,
seandainya nasehat dan ancaman itu tidak memberikan hasil, bolehlah kamu pukul
mereka. Akan tetapi pukulan yang dibolehkan terhadap istri itu ialah pukulan
yang tidak sampai menyakitkan badannya. Demikian diriwayatkan oleh Thabari dari
hadis Nabi Muhammad Saw. Menurut keterangan Ibnu Abbas, pukulan dengan sugi
(alat menggosok gigi) atau sebagainya. Jelaslah, pukulan yang dimaksud disini
bukanlah untuk menyakiti badannya, melainkan semata-mata untuk memberinya azab
(peringatan) dan menegurnya supaya dia kembali pada tabiat aslinya.
Banyak hadis yang menganjurkan
supaya memberi nasehat kepada kaum wanita dengan cara yang lemah lembut dan
amat dicela sekali orang yang memukul istrinya, lebih dari batas yang
diizinkan. Riwayat dari Abdullah bin Zama’ah, Nabi Muhammad Saw bersabda: Apakah salah seorang diantaramu mau memukul
istrinya sepertimemukul seorang budak?, kemudian pada petang harinya
dicampurinya pula istrinya. Andaikan dengan jalan nasehat mereka mau
kembali mentaatinya, janganlah kamu lewati jalan yang lain, seperti
meninggalkannya ditempat tidur atau memukulnya. Sebab menurut katerangan
kebanyakan ahli-ahli tafsir, cara memberikan azab istri yang melakukan nusyuz itu ialah
bertahab, yaitu mulanya menasehati kemudian meninggalkannya sendiri ditempat
tidur dan akhirnya barulah dipukul.
2. Sutar
annisa’ ayat 35
÷bÎ)ur óOçFøÿÅz s-$s)Ï© $uKÍkÈ]÷t/ (#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr& bÎ) !#yÌã $[s»n=ô¹Î) È,Ïjùuqã ª!$# !$yJåks]øt/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JÎ=tã #ZÎ7yz ÇÌÎÈ
Artinya:
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah
seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya
Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.
Pada
ayat yang telah lalu diterangkan bagaimana tindakan yang mesti dilakukan kalau
terjadi nusyuz dipihak istri. Andaikata tindakan tersebut tidak memberikan
mamfaat, dan dikhawatirkan akan terjadi perpecahan (syiqaq) diantara kedua suami itu yang sampai melanggar batas-batas
yang ditetapkan Allah, hal itu dapat diperbaiki dengan jalan arbitrase (tahkim). Suami boleh mengutus seorang
hakam dan istri boleh pula mengutus seorang hakam, yang mewakili
masing-masingnya, sebaik-baiknya terdiri dari kaum keluarganya, yang mengetahui
dengan baik perihal suami istri itu. Jika tidak ada kaum keluarga
masing-masing, boleh diambil dari orang lain.
Kedua
ahkam yang telah ditunjuk itu bekerja
untuk memperbaiki keadaan suami istri, supaya yang keruh menjadi jernih, dan
yang retak tidak sampai pecah. Jika kedua ahkam itu berpendapat bahwa keduanya
lebih baik bercerai oleh karena tidak ada kemungkinan lagi melanjutkan hidup
rukun damai di rumah tangga, maka kedua hakam itu boleh menceraikan mereka
sebagai suami istri, dengan tidakperlu lagi menunggu keputusan hakim dalam
negeri, karena kedudukan kedua orang hakam itu sebagai kedudukan hakim yang
berhak memutuskan, karena telah diserahkan penyelesaiannya kepada mereka.
Demikian keterangan Malik, Auza’I,
dan Ishaq, dan demikian pula diriwayatkan dari Usman, Ali, Ibnu Abbas, Sya’bi,
Nakha’I dan Syafi’i. Demikian pula diceritakan Ibnu Katsir dari jumhur, karena
Allah berkata “maka hendaklah kamu utus
seorang hakam dari (pihak) kaun keluarga (laki-laki)dan seorang hakan dari(
pihak) keluarga perempuan”. Jelaslah,
bahwa Allah menyebutkan “mereka
berdua” itu adalah hakim yang dapat memutuskan, bukan hamya dua orang wakil
atau dua orang saksi.
“Jikalu
mereka berdua menghendaki perbaikan, Allah akan me-nyesuaikan mereka”, ada
yang menafsirkan, jika diantara kedua suami istri itu bermaksud baik (ishlah), Allah akan member taufiq kepada
kedua hakam itu. Ada pula yang menafsirkan, jika diantara kedua hakam itu
bermaksud baik, Allah akan member taufiq kepada kedua suami istri.
Apabila diantara kedua hakam itu
terdapat perselisihan pendapat, maka tidaklah dapat dijalankan putusannya dan
tidak dapat diterima.
3. Surat
annisa’ ayat 128
ÈbÎ)ur îor&zöD$# ôMsù%s{ .`ÏB $ygÎ=÷èt/ #·qà±çR ÷rr& $ZÊ#{ôãÎ) xsù yy$oYã_ !$yJÍkön=tæ br& $ysÎ=óÁã $yJæhuZ÷t/ $[sù=ß¹ 4 ßxù=Á9$#ur ×öyz 3 ÏNuÅØômé&ur Ú[àÿRF{$# £x±9$# 4 bÎ)ur (#qãZÅ¡ósè? (#qà)Gs?ur cÎ*sù ©!$# c%x. $yJÎ/ cqè=yJ÷ès? #ZÎ6yz ÇÊËÑÈ
Artinya:
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya,
Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya,
dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut
tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan
memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah
adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat ini menerangkan cara bagaimana
yang mesti dilakukan oleh suami istri, kalau istri merasa takut dan khawatir
terhadap suaminya yang kurang mengindahkannya, atau dengan kata lain siistri
kurang diperhatikan oleh suaminya. Bisa juga suami tidak mengacuhkan istrinya.
Itulah yang dimaksud dengan nusyuz dan I’radh dalam ayat ini.
Nahas memberikan perbedaan arti
nusyuz dan I’radh yaitu nusyuz menjauhkan dirinya dan I’radh dengan tidak mau
mencampurinya.
Menurut akhir ayat ini jika terjadi
satu peristiwa antar suami istri, yaitu istri telah memerhatikan keadaan
suaminya dan dia merasa khawatir dan takut suaminya akan menyia-nyiakannya atau
mengalami kekurangan belanja, baiklah kedua belah pihak mengadakan perdamaian.
Umpamanya pihak istri memajukan perdamaian dengan cara yang baik, bukan merajuk
kepada suaminya supaya gilirannya sebagai istri diserahkan saja kepada madunya,
seperti yang dilakukan oleh Ummu al-mukminin Saudah yang menyerahkan gilirannya
kepada Aisyah.
Mengenai hal ini penulis Al-Manar
telah memberikan perumpamaan sebagai berikut, seorang istri memerhatikan
suaminya mulai kurang memerhatikannya kerana beberapa hal, seperti disebabkan
urusan politik sehingga tidak ada waktu lagi bagi suaminya untuk mengurus rumah
tangganya, terlebih lagi istrinya, disebabkan oleh sibuknya suami, akibatnya ia
tidak memperhatikan istrinya lagi. Maka kalau pihak istri merasa takut terjadi
suatu hal yang kurang baik, karena suaminya lebih mementingkan urusan politik
daripada urusan-urusan rumah tangganya, lebih baik kalau istri mengadakan
perdamaian dengan suaminya, seperti tidak terlalu menuntut hak-haknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar